Tunggu bentaar aja...
   

Anemia pada Remaja

21 September 2011 | 16.26.00 WIB

Bagi kaum perempuan, hamil dan melahirkan merupakan bagian dari kehidupan normalnya. Perhatian akan kesehatan terutama kesehatan yang berkaitan dengan proses reproduksi menjadi sangat penting. Dalam hal ini remaja perempuan harus memperhatikan masalah anemia atau sering disebut dengan penyakit kurang darah.

Anemia masih banyak diderita oleh perempuan Indonesia. Pada tahun 1995, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), sekitar 57% anak perempuan (10-14 tahun) dan 39.5% perempuan (15-45 tahun) diketahui menderita anemia.

Keadaan tersebut nampaknya tidak mengalami banyak perubahan apalagi negara kita sedang dalam krisis ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I pada tahun 1998/99 di 2 propinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur yang meliputi 10 Kabupaten menemukan bahwa sekitar 82% remaja putri mengalami anemia (Hb< 12 gr %) dan sekitar 70% calon pengantin wanita juga mengalami hal yang sama. Sampel dalam penelitian tersebut adalah 238 remaja putri dan 180 calon pengantin wanita.


Menurut dr. Soedjatmiko, Sp. A (K): "Bila sejak remaja anemia, saat hamil dan melahirkan bayinya juga akan ikut anemia. Padahal zat besi sangat penting untuk perkembangan otak. Akibatnya akan lahir bayi-bayi dengan kecerdasan di bawah rata-rata."

Anemia terjadi bila jumlah sel darah merah berkurang. Dengan berkurangnya hemoglobin atau darah merah tadi, tentu kemampuan sel darah merah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh berkurang. Akibatnya, tubuh kita kurang mendapat pasokan oksigen, yang menyebabkan tubuh lemas dan cepat lelah. Perempuan yang menderita anemia berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2.5 kg). Di samping itu, anemia dapat mengakibatkan kematian baik ibu maupun bayi pada waktu proses persalinan.

Anemia defisiensi besi dapat terjadi karena sejak bayi sudah anemia, infeksi cacing tambang, kurangnya asupan zat besi karena makanan yang kurang mengandung protein hewani, serta proses menstruasi pada remaja putri.

"Anemia harus dihilangkan agar tidak berjalan terus menerus dan menjadi lingkaran setan," kata Soedjatmiko.

Selain pemberian tablet zat besi, orang yang anemia dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang tinggi zat besi, seperti daging. Pada anemia yang lebih berat, tindakan yang diambil bisa berupa transfusi darah atau pemberian obat yang dapat merangsang produksi sel darah merah.

Perempuan lebih rentan Anemia dibanding dengan laki-laki
Kebutuhan zat besi pada perempuan adalah 3 kali lebih besar daripada pada laki-laki. Perempuan setiap bulan mengalami menstruasi yang secara otomatis mengeluarkan darah. Itulah sebabnya perempuan membutuhkan zat besi untuk mengembalikan kondisi tubuhnya kekeadaan semula. Hal tersebut tidak terjadi pada laki-laki.

Demikian pula pada waktu kehamilan, kebutuhan akan zat besi meningkat 3 kali dibanding dengan pada waktu sebelum kehamilan. Ini berkaitan dengan kebutuhan perkembangan janin yang dikandungnya.

Faktor yang menyebabkan tingginya Anemia di kalangan perempuan
Beberapa faktor kebiasaan dan sosial budaya turut memperburuk kondisi anemia di kalangan perempuan Indonesia, antara lain :
  • Kurang mengkonsumsi bahan makanan hewani.
  • Kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan.
  • Budaya atau kebiasaan di keluarga sering menomor duakan perempuan dalam hal makanan.
  • Pantangan tertentu yang tidak jelas kebenarannya seperti perempuan hamil jangan makan ikan karena bayinya akan bau amis.
  • Kemiskinan yang menyebabkan mereka tidak mampu mengkonsumsi makanan bergizi.
sumber: kompas dan smallCrab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar